Jumat, 26 Maret 2010
Koran Jakarta
Sistem imun manusia ternyata sangat dipengaruhi kondisi usus. Nah, mengondisikan usus yang sehat salah satu caranya dengan mengonsumsi susu atau yoghurt.
Kota besar seperti Jakarta kerap merampas kehidup an penghuninya, yang hampir tidak memiliki waktu untuk diri sendiri.
Penghuni dengan aktivitas kehidupan yang tinggi membuat mereka kurang beristirahat. Bahkan mereka tidak memiliki waktu untuk berse nangsenang.
Karena alasan keterbatasan wak tu itu, banyak orang melakukan kegiatan dengan cepat, praktis, dan instan.
Ini pula yang terjadi pada pola makan. Masyarakat perkotaan lebih banyak mengonsumsi makanan instan yang praktis dan murah, namun tidak seimbang kandungan nutrisinya. Kondisi itu membuat tubuh mengalami stres.
Jika berlangsung lama, bisa berakibat terganggunya pencernaan atau disebut stres pencernaan (Irritable Bowel Syndrome/ IBS). IBS merupakan gangguan pada saluran cerna, ditandai dengan nyeri perut, sembelit, dan diare.
Menurut Dr Ari Fahrial Syam SpPD KGEH MMB, dokter spesialis penyakit dalam dan pengajar pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, stres pencernaan bukanlah masalah sepele.
Pasalnya, beberapa riset kedokteran memberikan bukti adanya keterkaitan antara kesehatan pencernaan dan daya tahan tubuh.
Berbagai studi mutakhir menyatakan kaitan keduanya sangat tinggi lantaran 80 persen sel daya tahan tubuh berada di usus.
Paradigma baru dunia kedokteran tidak lagi memandang saluran cerna seperti usus dan lambung sebagai tempat organ pemprosesan makanan menjadi energi dan tumbuh kembang manusia.
Lebih jauh dari itu, usus dipandang sebagai organ pertahanan tubuh, termasuk di dalam sistem imun tubuh. Usus memiliki triliunan mikroflora yang berperan penting menjaga kesehatan berupa bakteri baik (friendly bactery).
Bakteri inilah yang kemudian menyerang bakteri buruk yang akan mengganggu kesehatan manusia jika jumlahnya terlalu banyak.
“Bakteri baik menghasilkan antibiotik alami yang akan menjaga keutuhan dinding usus dan membantu proses metabolisme,” papar Ari.
Sebaliknya, bakteri jahat akan mengeluarkan racun yang menyebabkan diare serta mengeluarkan enzim yang mendorong terbentuknya senyawa karsinogenik dalam saluran pencernaan.
Senyawa ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan penyakit mematikan, yaitu kanker. Kondisi baik, artinya sehat, jika ada keseimbangan dalam flora usus, yang bisa ditempuh dengan melakukan diet seimbang.
Namun, hal itu bukan perkara mudah mengingat masyarakat mo dern cenderung mengabaikan pola hidup, khususnya pola makan yang tidak baik.
Lainnya adalah penggunaan antibiotik sembarangan, infeksi bakteri dan virus, kemoterapi, radiasi, stres, serta iklim. Agar keseimbangan flora tubuh dapat berlangsung di tengah kondisi yang tak mendukung, menurut Ari, perlu adanya peran probiotik.
Probiotik merupakan istilah untuk mikroorganisme hidup yang dapat memberikan efek baik, dan biasanya berbentuk suplemen, seperti yoghurt, sauerkraut, serta produk susu dan sejenisnya. Susu dan yoghurt merupakan prebiotik bagi tumbuhnya bakteri probiotik.
Bantu Jemaah Haji Dr Risa Anwar, Kepala Departemen Medis Merck, mengatakan probiotik memiliki peran dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan kemampuan sel limfosit yang membentuk antibodi, serta melindungi tubuh agar tidak sakit melalui kemampuannya meningkatkan jumlah sel darah putih.
“Sel darah putih kemudian akan membunuh aneka benda asing, semacam virus, dan aneka macam kuman penyakit,” papar dia.
Namun, lanjut Risa, tidak semua bakteri probiotik berguna bagi manusia. Manusia hanya membutuhkan bakteri baik yang tumbuh di dalam usus. “Bakteri baik dari kuda, misalnya, ya tentu tidak dibutuhkan oleh manusia,” ujarnya.
Di antara sekian banyak bakteri yang tumbuh pada usus manusia adalah lactobacillus dan bifi dobacterium.
Bakteri ini tahan terhadap kondisi asam sehingga mampu bertahan dalam dinding usus untuk membentengi dari bakteri jahat.
Pada penelitian yang dilakukan Merck terhadap jemaah haji, misalnya, probiotik dapat membantu jemaah untuk bertahan dari serangan flu ringan maupun berat.
Kombinasi tiga bakteri, Lactobacillus gasseri, Bifi dobacterium bifidum, dan Bifi dobacterium longum, ternyata mampu memberikan kekebalan pada jemaah haji.
Dan biasanya, probiotik hanya menggunakan satu jenis bakteri sebagai bahannya. Penelitian yang dilakukan pada 150 calon haji Indonesia di Arab Saudi antara 15 Desember 2006 hingga 15 Januari 2007 itu juga memperlihatkan mereka yang mengonsumsi vitamin C, 25 persen menderita flu ringan, sementara mereka yang mengonsumsi probio tik hanya 15 persen.
Pada kasus flu berat, sekitar 7 persen jemaah haji yang mengonsumsi vitamin C mengalami flu berat, sementara jumlah jemaah yang mengonsumsi probiotik tidak ada sama sekali.
Risa mengatakan probiotik yang diberikan pada jemaah haji ini didesain agar tahan terhadap kondisi asam. Langkah ini, menurutnya, dapat menjamin agar probiotik tidak pecah dalam lambung, tetapi di usus.
Pemecahan probiotik di lambung membuat bakteri mati atau berkurang jumlahnya sebelum sampai tempatnya karena keasaman lambung.
Padahal, seharusnya usus menerima satu triliun bakteri dalam sekali konsumsi sesuai dengan CFO (colony forming unit) yang ditetapkan.
Jika pecah di luar, artinya hanya menerima kurang dari itu, dan tentu saja akan mengurangi kekuatan saat menyerang bakteri jahat.
Agar probiotik pecah dalam usus halus dan dapat bertahan lama, probiotik berbentuk tablet dilapisi shellac coating, yaitu pelapisan dengan polimer tertentu. Tujuannya untuk menghindari terjadi kerusakan dan pecahnya probiotik dalam lambung.
“Bahan polimer ini nantinya akan mengontrol kapan probiotik dikeluarkan (controlled release),” jelasnya. Probiotik tablet akan pecah setelah probiotik sampai ke usus halus.
Waktunya pecah antara empat hingga enam jam setelah dikonsumsi. Ini merupakan waktu standar pencernaan yang berlaku dalam tubuh manusia ketika mengonsumsi makanan.
Kota besar seperti Jakarta kerap merampas kehidup an penghuninya, yang hampir tidak memiliki waktu untuk diri sendiri.
Penghuni dengan aktivitas kehidupan yang tinggi membuat mereka kurang beristirahat. Bahkan mereka tidak memiliki waktu untuk berse nangsenang.
Karena alasan keterbatasan wak tu itu, banyak orang melakukan kegiatan dengan cepat, praktis, dan instan.
Ini pula yang terjadi pada pola makan. Masyarakat perkotaan lebih banyak mengonsumsi makanan instan yang praktis dan murah, namun tidak seimbang kandungan nutrisinya. Kondisi itu membuat tubuh mengalami stres.
Jika berlangsung lama, bisa berakibat terganggunya pencernaan atau disebut stres pencernaan (Irritable Bowel Syndrome/ IBS). IBS merupakan gangguan pada saluran cerna, ditandai dengan nyeri perut, sembelit, dan diare.
Menurut Dr Ari Fahrial Syam SpPD KGEH MMB, dokter spesialis penyakit dalam dan pengajar pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, stres pencernaan bukanlah masalah sepele.
Pasalnya, beberapa riset kedokteran memberikan bukti adanya keterkaitan antara kesehatan pencernaan dan daya tahan tubuh.
Berbagai studi mutakhir menyatakan kaitan keduanya sangat tinggi lantaran 80 persen sel daya tahan tubuh berada di usus.
Paradigma baru dunia kedokteran tidak lagi memandang saluran cerna seperti usus dan lambung sebagai tempat organ pemprosesan makanan menjadi energi dan tumbuh kembang manusia.
Lebih jauh dari itu, usus dipandang sebagai organ pertahanan tubuh, termasuk di dalam sistem imun tubuh. Usus memiliki triliunan mikroflora yang berperan penting menjaga kesehatan berupa bakteri baik (friendly bactery).
Bakteri inilah yang kemudian menyerang bakteri buruk yang akan mengganggu kesehatan manusia jika jumlahnya terlalu banyak.
“Bakteri baik menghasilkan antibiotik alami yang akan menjaga keutuhan dinding usus dan membantu proses metabolisme,” papar Ari.
Sebaliknya, bakteri jahat akan mengeluarkan racun yang menyebabkan diare serta mengeluarkan enzim yang mendorong terbentuknya senyawa karsinogenik dalam saluran pencernaan.
Senyawa ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan penyakit mematikan, yaitu kanker. Kondisi baik, artinya sehat, jika ada keseimbangan dalam flora usus, yang bisa ditempuh dengan melakukan diet seimbang.
Namun, hal itu bukan perkara mudah mengingat masyarakat mo dern cenderung mengabaikan pola hidup, khususnya pola makan yang tidak baik.
Lainnya adalah penggunaan antibiotik sembarangan, infeksi bakteri dan virus, kemoterapi, radiasi, stres, serta iklim. Agar keseimbangan flora tubuh dapat berlangsung di tengah kondisi yang tak mendukung, menurut Ari, perlu adanya peran probiotik.
Probiotik merupakan istilah untuk mikroorganisme hidup yang dapat memberikan efek baik, dan biasanya berbentuk suplemen, seperti yoghurt, sauerkraut, serta produk susu dan sejenisnya. Susu dan yoghurt merupakan prebiotik bagi tumbuhnya bakteri probiotik.
Bantu Jemaah Haji Dr Risa Anwar, Kepala Departemen Medis Merck, mengatakan probiotik memiliki peran dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan kemampuan sel limfosit yang membentuk antibodi, serta melindungi tubuh agar tidak sakit melalui kemampuannya meningkatkan jumlah sel darah putih.
“Sel darah putih kemudian akan membunuh aneka benda asing, semacam virus, dan aneka macam kuman penyakit,” papar dia.
Namun, lanjut Risa, tidak semua bakteri probiotik berguna bagi manusia. Manusia hanya membutuhkan bakteri baik yang tumbuh di dalam usus. “Bakteri baik dari kuda, misalnya, ya tentu tidak dibutuhkan oleh manusia,” ujarnya.
Di antara sekian banyak bakteri yang tumbuh pada usus manusia adalah lactobacillus dan bifi dobacterium.
Bakteri ini tahan terhadap kondisi asam sehingga mampu bertahan dalam dinding usus untuk membentengi dari bakteri jahat.
Pada penelitian yang dilakukan Merck terhadap jemaah haji, misalnya, probiotik dapat membantu jemaah untuk bertahan dari serangan flu ringan maupun berat.
Kombinasi tiga bakteri, Lactobacillus gasseri, Bifi dobacterium bifidum, dan Bifi dobacterium longum, ternyata mampu memberikan kekebalan pada jemaah haji.
Dan biasanya, probiotik hanya menggunakan satu jenis bakteri sebagai bahannya. Penelitian yang dilakukan pada 150 calon haji Indonesia di Arab Saudi antara 15 Desember 2006 hingga 15 Januari 2007 itu juga memperlihatkan mereka yang mengonsumsi vitamin C, 25 persen menderita flu ringan, sementara mereka yang mengonsumsi probio tik hanya 15 persen.
Pada kasus flu berat, sekitar 7 persen jemaah haji yang mengonsumsi vitamin C mengalami flu berat, sementara jumlah jemaah yang mengonsumsi probiotik tidak ada sama sekali.
Risa mengatakan probiotik yang diberikan pada jemaah haji ini didesain agar tahan terhadap kondisi asam. Langkah ini, menurutnya, dapat menjamin agar probiotik tidak pecah dalam lambung, tetapi di usus.
Pemecahan probiotik di lambung membuat bakteri mati atau berkurang jumlahnya sebelum sampai tempatnya karena keasaman lambung.
Padahal, seharusnya usus menerima satu triliun bakteri dalam sekali konsumsi sesuai dengan CFO (colony forming unit) yang ditetapkan.
Jika pecah di luar, artinya hanya menerima kurang dari itu, dan tentu saja akan mengurangi kekuatan saat menyerang bakteri jahat.
Agar probiotik pecah dalam usus halus dan dapat bertahan lama, probiotik berbentuk tablet dilapisi shellac coating, yaitu pelapisan dengan polimer tertentu. Tujuannya untuk menghindari terjadi kerusakan dan pecahnya probiotik dalam lambung.
“Bahan polimer ini nantinya akan mengontrol kapan probiotik dikeluarkan (controlled release),” jelasnya. Probiotik tablet akan pecah setelah probiotik sampai ke usus halus.
Waktunya pecah antara empat hingga enam jam setelah dikonsumsi. Ini merupakan waktu standar pencernaan yang berlaku dalam tubuh manusia ketika mengonsumsi makanan.
Sumber: Keluarga Kefir Jogja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar