“Kencing manis” atau diabetes melitus dan berbagai penyakit komplikasi yang ditimbulkannya, menyebabkan kematian yang lebih banyak daripada korban HIV/AIDS, kata Prof. Sidartawan Soegondo, Ketua Umum
Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA), di Jakarta, Rabu (12/07).
Namun berbeda dengan ancaman yang ditimbulkannya. Penanganan terhadap diabetes tidak segencar penanganan AIDS, katanya, saat acara memperingati Hari Diabetes Nasional 14 Juli.
“Berdasarkan data Departemen Kesehatan tentang angka kematian pasien di rumah sakit pada tahun 2003, DM dan komplikasinya menempati posisi ke-lima terbanyak. Di berbagai poliklinik, DM merupakan keluhan yang paling banyak dialami pasien setelah penyakit saluran pernapasan dan TBC,” katanya.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa komplikasi kencing manis jangka panjang dapat berupa penyakit saluran jantung (cardiovascular), kegagalan kronis ginjal, kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi, gangrene dengan risiko amputasi jari tangan dan kaki.
Dikutip dari data yang diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah pengidap DM di Indonesia merupakan yang terbanyak ke-empat di dunia, setelah Cina, India, dan Amerika Serikat.
Sementara itu Biro Pusat Statistik memperkirakan pada tahun 2003 sudah terdapat 14 juta orang Indonesia yang mengidap diabetes. Angka itu diprediksi akan terus melonjak hingga 51 juta pada tahun 2030, dengan tingkat prevalensi yang lebih besar penduduk yang tinggal di kawasan kota daripada di desa.
Menurut Sidartawan, timpangnya kesadaran masyarakat terhadap ancaman diabetes atau kencing manis dibanding AIDS disebabkan oleh pemahaman penyakit AIDS yang lebih cepat menular, tidak ada obatnya, dan mengakibatkan kematian dalam tempo relatif singkat. Sementara diabetes atau kencing manis datang perlahan dan baru terasa ketika sudah terlanjur menimbulkan berbagai komplikasi.
“Selain itu, kemampuan pemerintah saat ini baru dikerahkan ke penyakit-penyakit menular, sementara untuk penyakit tidak menular belumlah menjadi prioritas sehingga muncul kesan terlupakan,” kata Sidartawan.
Padahal, tambah dia, “Bila pengidap diabetes atau kencing manis mendapatkan penanganan yang makin bagus, maka makin panjang peluang hidup penderitanya, semakin besar biaya yang dibutuhkan. Itu sebabnya pencegahan jauh lebih diharapkan daripada mengobati, karena sekali divonis diabetes maka Anda tidak akan pernah sembuh dan Anda harus melalui perawatan tanpa henti.”
Menilik kondisi penderita diabetes pada beberapa tahun lampau, ia berkata, “Dulu, pada umur 25 tahun-an, diabetesi – sebutan bagi pengidap diabetes – sudah buta atau diamputasi kakinya karena diabetes. Bukan hanya akibat penyakit diabetes itu sendiri, melainkan penyakit yang muncul sebagai komplikasi DM.”
Walau demikian, diabetes sangat mudah dihindari.
“Kurangi makan dan berolahraga yang banyak. Makanlah sesuai waktunya, jangan tunggu sampai lapar karena kalau makan hanya bila sedang lapar maka nanti porsi makan lebih banyak dari biasa. Olahraga sesering mungkin, walaupun cuma berupa aktifitas berjalan kaki santai,” jelas Sidartawan.
Sedangkan gejala-gejala klasik khas kencing manis berupa poliuria (banyak kencing), polidipsia (banyak minum), polifagia (banyak makan), lemas, dan berat badan menurun drastis.
Sumber : www.kapanlagi.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar